zaQ corner

Melewati Batas Waktu

Posted on: January 6, 2009

Yah…akhirnya saya bisa melakukan studi komparasi terhadap negara-negara lain dengan Indonesia. Perjalanan kemarin bener-bener mengajak otak ini untuk membandingkan apa-apa yang saya lihat di luar negeri dengan di Indonesia. Tujuannya jelas, biar lebih objektif dalam memandang sesuatu masalah di Indonesia.

Singapore adalah negeri pertama yang saya kunjungi. Walaupun cuma transit 7 jaman, tapi kunjungan ini cukup untuk mengetahui bagaimana singapore. Negeri kecil ini menarik. 40an tahun yang lalu negeri ini seperti tidak ada dalam peta, dan miskin. Tapi sekarang, kondisinya sangat berbeda. Negeri ini menjadi hub bagi negeri-negeri di sekitarnya termasuk INdonesia. Beberapa sekelompok elit (Termasuk Lie Kuan Yew) telah merekayasa pulau kecil ini menjadi pulau yang so amazing. Di bandara Cangi, saya benar-benar terkagum dengan kehidupan ekonominya. Anggap saja kehidupan ekonomi di Cangi menggambarkan kehidupan ekonomi di SIngapore. Semua barang ko rasanya laku dan fasilitas-fasilitas canggih di negeri ini juga rasanya bisa sustain. Jadi bertanya-tanya, bagaimana sistem seperti ini dibangun. Pasalnya, kalo kita bayangin di Indonesia, ngerun bisnis (terutama bisnis berteknologi canggih) aja susahnya minta ampun dan cenderung tidak sustain. Kalopun sustain untungnya juga ga seberapa. Yang menarik dari negeri ini adalah keanekaragaman bangsa-bangsanya. Tentunya kita semua tahu kalo singapore bukanlah negara bangsa, tapi negara berbangsa-bangsa layaknya Indonesia. Selalu ada aja di bandara ini yang bisa bahasa melayu. Jadi kalo ngobrol ma orang-orang singapore susah, mereka umumnya pake melayu. Oh ya fasilitas-fasilitas di singapore juga memanusiakan. Ga bakalan boring deh di Cangi walau seharian (kalo di Indonesia pasti boring deh), karena ada wahana-wahananya. Yang aku tau si internet gratis (banyak orang mengautiskan diri berdiri di depan komputer situ), trus buat anak-anak juga ada maenan, musholanya juga rasanya justru lebih bagus disini daripada di Indonesia.

Sekarang bertolak ke Narita di Jepang. Kemajuan bangsa ini terjadi terutama setelah restorasi meiji. Apa yang terjadi dalam restorasi ini menurut saya adalah transfer pengetahuan besar-besaran dari barat ke Jepang. Selama di bandara itu, saya belum menemukan orang jepang yang lancar berbahasa inggris. Kalo ditanya pake bahasa inggris pasti mereka menghindar. Tapi walaupun begitu, buku-buku jepang bejibun dimana-mana. Masyarakat jepang saya temukan banyak yang meluangkan waktu idle mereka membaca buku-buku berbahasa jepang. Mungkin ini menguatkan hipothesis bahwa kemajuan jepang setelah restorasi karena transfer knowledge lewat terjemahan buku-buku dari barat ke bahasa jepang (tidak seperti kemajuan India dengan pendekatan penggunaan english oleh masyarakatnya). Oh ya, orang jepang juga cenderung malu-malu saya lihat. Kalo ditanya ga se-excited orang-orang Amerika. Yang menarik dari jepang adalah kentalnya budaya lokalnya. Berbagai macam produk budaya di jual di bandara narita. Rasanya lebih beraneka ragam dari produk budaya Indonesia. Masalah lingkungan, jepang juga saya lihat sangat aware (lebih dari singapore apalagi INdonesia). Itu dilihat dari sistem persampahan di bandara itu. Semua produk sampah dibedakan, bahkan ada tempat khusus cairan yang terhubung mungkin sistem terpusat khusus untuk sampah cairan. Jadi kalo buang botol atau gelas minuman harus membuang isinya dulu ke dalam kolom cairan baru botolnya ditaruh di kolom tong sampah botol. Menariknya sistem seperti ini run well (bisa bayangin lah kalo di Indonesia ada sistem seperti ini), karena dari orang yang masukin sampah yang saya amati mereka benar-benar mentaati sistem persampahan tersebut. Yah…sepertinya bangsa kita harus belajar dari mereka tentang persampahan.

Perjalanan selanjutnya adalah dari Narita ke San Francisco. Ini untuk pertama kalinya saya mengalami fenomena menembus batas waktu berjalan mundur. Batas waktu itu ada di tengah-tengah lautan pasific. Jadi waktu yang tadinya tanggal 4 malem tiba-tiba jadi pagi tanggal 4. Langsung deh bingung, gimana yah sholatnya? soalnya magrib ma isya untuk tanggal 4 dah di jama di Jepang. Apakah tanggal 4 pagi di Amerika harus sholat lagi? hm..mungkin ini pertanyaan buat ahli-ahli fiqih di PPSDMS (aaf, aji, dkk).ha..ha..Temen-temen saya soalnya pilih ga sholat karena sudah sholat tanggal 4. Tapi logika pribadi saya mengatakan, saya harus sholat karena menyesuaikan waktu setempat. Lagipula ga ada yang overlap, habis magrib dan isya di jepang, langsung subuhan di lautan pasific, dan itu aku itung-itung waktunya sama dengan kalo saya berdiam diri di jepang (tapi next day). Cukup sulit menemukan tempat sholat di SF. Setelah tanya-tanya si emang ga ada, jadi harus sholat di tempat umum. But it’s ok. It’s my right. Kita semua tahu negari Amerika paling menghormati hak-hak individu (walau kadang anomali terkait kasus iraq, afganistan, dan palestine). Masuk negeri Amerika juga banyak neko-neko nya. Semua masyarakat dunia yang masuk Amerika harus discreening dulu. Mereka tercatat dalam database Homeland Security. Keluarpun sama, harus discreening wajah lagi untuk memastikan bahwa kita sudah keluar dari negeri ini. Yang menarik dari proses screening ini adalah perlakuan yang sedikit diskriminatif terhadap masyarakat muslim. Kita semua harus melalui proses secondary inspection. Lewat proses ini, kita ditanya-tanya macem-macem, dan penanyanya cenderung kurang ramah. Salah satu penanyanya ada yang bilang gini “Every people from Moslem country must go here, you know!”. Sial!! (dalam hati) curigaan amat mereka. Menurut saya, selama perlakuan pemerintah Amerika terhadap masyarakat muslim seperti ini tidak dirumah gap antara dunia muslim dan amerika akan semakin besar (seperti juga diceritakan Huntington dalam Clash Civilization). Yang menarik dari masyarakat (saya sebut masyarakat karena memang tidak ada bangsa Amerika) Amerika adalah mereka supel terhadap orang-orang disekitarnya. Mereka cenderung melihat orang-orang disekitarnya. Yang pasti kalo papasan dengan mereka umumnya mereka melihat kita, trus kalo kita lihat mereka pasti mereka bilang “Hii!!” (tidak seperti di jepang kalo kita lihat orang jepang malah mereka yang menghindar). OH ya, di bandara FS banyak orang FIlipinanya. Mereka umumnya jadi tukang bersih atau penjaga. Keheranan saya tentang fenomena filipino ini terjelaskan setelah saya bertanya ke salah satu dari mereka. Mereka bilang dulu nenek moyangnya ada yang kerja disini, trus dia ngajak-ngajak orang filipino lainnya. Krena orang filipino lebih mudah menguasai bahasa inggris jadi lebih mudah kesininya, walaupun dia bilang harus berjuang 15tahun untuk mendapatkan greencard (surat ijin kerja dan tinggal di Amerika). Beberapa temannya belum mendapat greencard sampe sekarang. Aku lihat, bangsa filipino menduduki strata bawah di Amerika ini (jadi jongos, dsb). Tidak seperti bangsa China (umumnya administrasi) dan juga India (jelas professional IT).

5 Responses to "Melewati Batas Waktu"

nice review, Zak..

btw, menyinggung tempat sholat, di Jepang (Narita) gimana? apa ada tempat khusus buat sholat?

ditunggu ulasan-ulasan berikutnya.. ^_^

Ga ada…pada di tempat umum. Tapi aku kemarin di dressing room. Tempat ganti baju gitu…lumayan lah mirip mushola di Indonesia.

Mantaplah, ditunggu kisah2nya, tapi jangan panjang2, dipartisilah, biar asik bacanya,. 😀

wow.. mantap zak..
pol-polin 2 bulan di sana ya zak.. 🙂

@Nanto : OK..ok..lagi semangat soalnya to..ntar lama-lama juga memendek…

@Anggri : ok nggri… 🙂

Leave a reply to dwinanto Cancel reply

Counter Pengunjung

  • 36,649 pukulan

Pages

MiniCatalogue